Goa Selomangleng Kediri
Goa Selomangleng adalah sebuah situs goa peninggalan jaman kerajaan Kadiri yang terletak di kaki gunung Klothok, sekitar 7 Km arah Barat Kota Kediri,
tepatnya di Desa Waung, Kecamatan Mojoroto, Kediri, Jawa Timur (GPS: -7.80723,111.97287)
Lokasinya hanya berjarak beberapa meter dengan Museum Airlangga Kediri dan Bukit Maskumambang yang terdapat makam Eyang Boncolono.
Selomangleng berasal dari kata Selo yang berarti batu dan Mangleng yang artinya menggantung.
Goa Selomangleng dipercaya menjadi tempat pertapaan Dewi Kilisuci, beliau adalah putri mahkota Raja Airlangga
yang menolak menerima tahta kerajaan yang diwariskan kepadanya, dan
lebih memilih menjauhkan diri dari kehidupan dunia dengan cara melakukan
tapabrata di Gua Selomangleng.
Tentang Dewi Kilisuci
Sanggramawijaya Tunggadewi adalah putri Raja Airlangga dari perkawinannya dengan Sri (putri Dharmawangsa Teguh) lahirlah Sanggramawijaya Tunggadewi yang menjadi pewaris takhta Kahuripan,sejak kerajaan masih berpusat di Watan Mas sampai pindah ke Kahuripan, tokoh Sanggramawijaya menjabat sebagai Rakryan Mahamantri alias putri mahkota.
Gelar lengkapnya ialah Rakryan Mahamantri i Hino Sanggramawijaya Dharmaprasada Uttunggadewi.
Nama ini terdapat dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang I (1035).
Pada prasasti Pucangan (1041) nama pejabat Rakryan Mahamantri sudah berganti Sri Samarawijaya.
Saat itu pusat kerajaan sudah pindah ke Daha.
Semenjak awal Putri Mahkota Airlangga ini lebih menyukai menyepi, keheningan Goa Selomangleng dan Pucangan lebih menarik hati Sanggramawijaya daripada hiruk pikuk keduniawian sehingga akhirnya beliau memutuskan mengundurkan diri menjadi pertapa bergelar Dewi Kili Suci.
Selain Dewi Kilisuci, Airlangga juga mempunyai dua orang putera bernama Lembu Amisena dan Lembu Amilihung. Keduanya putra dari selir. Karena pewaris tahta yang sah tidak bisa menggantikannya, Airlangga merasa perlu membagi kerajaan untuk dipimpin kedua putranya.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.
Relief dan Arsitektur Goa Selomangleng
Pintu Masuk Utama Goa Selomangleng ( diambil dari bagian dalam) |
Konstruksi Goa Selomangleng yang tidak terlalu menjorok seperti halnya goa di Jawa Timur memudahkan para pengunjung untuk menyusuri kedalamannya. Dalam keremangan cahaya matahari yang menerobos di sela-sela dinding batu, tampak relief halus yang menghiasi seluruh dinding goa. Gua ini terbentuk dari batu andesit hitam yang berukuran cukup besar, bebatuan dalam goa yang kedap air ini sudah menghitam, mungkin terpapar asap dupa dari masa ke masa, membuat relief-relief di dinding semakin samar.
Informasi tentang arca dan relief di Goa Selomangleng dari Dinas Purbakala maupun Pariwisata Kediri sangat minim sekali, tidak ada informasi lebih detail. Padahal dinding goa banyak terdapat pahatan berupa relief, akan tetapi belum diungkap secara rinci maknanya.
Salah satu relief yang paling menonjol adalah penampakan seorang perempuan cantik yang sedang bertapa. Perempuan itu digambarkan tengah bersila tepat di antara dua ruangan yang berada di kanan-kirinya, Mungkin perempuan cantik ini adalah penggambaran dari Sang Dewi Kilisuci.
Arca-arca pun banyak yang teronggok di halaman depan goa begitu saja tanpa di semen untuk keamanan patung itu sendiri, walaupun sudah tidak lengkap bentuknya tetap saja memiliki nilai sejarah yang tinggi dan tak ternilai. Lebih bagus lagi kalau diberi keterangan,(nama arca,ditemukan dimana, dan dari jaman apa? )
supaya kami para pengunjung dapat sekaligus belajar dan menambah pengetahuan tentang sejarah.
Relief sosok wanita cantik yang sedang bertapa terdapat di lengkungan pilar di tengah ruangan goa |
Relief Kala yang Terletak diAtas Pintu Masuk Ruangan Sesaji di Goa Selomangleng |
Salah- satu relief diatas pintu masuk goa Selomangleng |
Relief di ruangan sesaji |
Ruangan dalam goa terdapat tiga bagian, Suasana dalam goa selomangleng walaupun berukuran kecil namun sinar matahari tidak bisa leluasa masuk, terutama di bagian ruangan sebelah kanan yakni ruangan persembahan, untuk meletakkan sesaji dan dupa, juga ruangan sebelah kiri yang terdapat pintu masuk berukuran kecil dan tinggi, sehingga jika kita ingin memasuki ruangan pertapaan ini sedikit memanjat karena letaknya yang lebih tinggi dari ruangan-ruangan goa yang lain.
Ruangan sebelah kanan goa selomangleng, ada sebuah altar untuk meletakkan sesaji dan dupa |
Ruangan sebelah kiri Goa Selomangleng,dulunya digunakan oleh Dewi Kilisuci untuk bertapa, tempat mengheningkan cipta,rasa dan karsa, menyucikan batin dan mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta |
Aroma harum bunga dan dupa menyambut anda yang berkunjung ke Goa Selomangleng, karena di goa ini pada saat-saat tertentu masih digunakan sebagai tempat hening oleh penganut kearifan lokal yang sangat menjunjung tinggi peninggalan para leluhur yang dianggap suci dan memiliki nilai sejarah yang tak ternilai, oleh karenanya mereka memperlakukan situs tersebut dengan penuh rasa hormat, menjunjung tinggi peninggalan leluhur sebagai wujud bakti dan penghormatan, karena tanpa para Leluhur tidak akan ada kelanjutan generasi kita yang sekarang.
Namun sayang, banyak sekali yang terlanjur menstigma negatif tanpa ingin mengetahui lebih mendalam lagi, dianggap bunga dan dupa adalah persembahan kepada makhluk gaib (setan,bekasakan dll)
Padahal bunga sendiri memiliki makna simbol yang sangat luhur sebagai pengantar doa yang dipanjatkan, misalnya:
- Bunga Mawar ,memiliki pengertian Mawi-Arsa : Supaya hati selalu "tawar" segala niat didasari dengan ketulusan, sebagaimana Ketulusan Tuhan Sang Maha Pencipta/Alam Semesta yang selalu memberikan anugerah kepada seluruh makhluk tanpa pamrih. Bunga mawar merah-putih bisa juga melambangkan asal muasal/sangkan paraning dumadi kehidupan manusia, agar kita selalu ingat darimana asal kita dan kemana kita akan kembali.
- Bunga Melati , Memiliki pengertian Rasa melad soko njero athi, hendaknya apa yang kita ucapkan adalah sebuah ketulusan, dan harus sama apa yang didalam hati, diucapkan dan dilakukan semua apa adanya dengan ketulusan (tidak munafik)
- Bunga Kanthil , memiliki pengertian Tansah Kumanthil, atau mengandung filosofi kasih sayang yang tidak terputus, kepada seluruh makhluk hidup dan alam semesta tanpa terkecuali hendaknya saling mengasihi,menyayangi dan menghormati.
Tentang dupa/hio juga banyak yang belum paham benar atau mungkin langsung merasa seram jika mencium aroma dupa selalu dikaitkan dengan mistisisme semata :D , saya sering senyum sendiri memaklumi (atau bahkan trenyuh?) jika berpapasan dengan pengunjung yang langsung kabur jika mencium atau melihat asap dupa yang sebenarnya sangat harum dan menenangkan.
Padahal di tempat-tempat spa modern saja belakangan dupa/aromatherapy digunakan untuk relaksasi, mengendorkan syaraf yang lelah dan menghilangkan stres, otomatis inner beauty akan terpancar :)
Begitu pula saat berdoa atau dalam laku spiritual, menyalakan dupa fungsinya adalah tahap awal untuk membuat relaks/santai, melepaskan semua pikiran-pikiran,ego,nafsu duniawi dan permasalahan kehidupan, fokus pada keheningan mendalam, diharapkan dalam keadaan hening lebih dapat merasakan, mendengarkan suara hati nurani, menyucikan batin, berserah diri dan semakin dekat dengan Sang Maha Pencipta.
Itu semua hanya sedikit dari sekian banyak laku perjalanan manusia dalam menemukan Tuhannya, setidaknya itu yang simpulkan dari pengamatan dan pemahaman saya.
Jadi, jika anda berkunjung ke Goa Selomangleng dan kebetulan mencium aroma dupa dan melihat sesajian bunga, saya pikir tidak usah merasa takut atau aneh.
Dupa dan Bunga tidak bisa dilepaskan dari budaya leluhur kita dan tidak bisa dipungkiri masih dilakukan turun temurun oleh budaya kita, sama luhur dan bernilainya seperti peninggalan-peninggalan purbakala yang tersebar di seluruh Nusantara. Sangat penting kita belajar memahami dan menghargai budaya peninggalan Leluhur bangsa kita yang sarat makna dan filosofi yang agung, sebelum kita mengagung-agungkan budaya luar dan kehilangan identitas jati diri kita sebagai Bangsa Indonesia yang telah memiliki peradaban yang luar biasa, terbukti dari jejak-jejak peninggalan sejarah dan cagar budaya yang tertinggal.
Jaya Nuswantara
Sumber : swetadwipa.blogspot.com